JAKARTA – Pola konsumsi masyarakat kelas menengah mengalami pergeseran.
Kalangan masyarakat kelas menengah kini cenderung lebih banyak mengalokasikan pengeluaran untuk kebutuhan pokok dibandingkan gaya hidup.
Temuan ini terungkap dalam survei dari Lembaga Survei KedaiKOPI bertajuk Survei Perilaku Konsumsi dan Daya Beli Masyarakat Kelas Menengah yang dirilis pada Selasa (27/10/2025).
Survei ini dilakukan pada 14 sampai 19 Oktober 2025 dengan melibatkan 932 responden dari berbagai daerah di Indonesia.
Hasil survei tersebut menunjukkan, kelompok masyarakat kelas menengah mulai memangkas pengeluaran untuk keperluan gaya hidup, seperti hiburan, rekreasi, dan belanja barang sekunder.
Peneliti senior KedaiKOPI Ashma Nur Afifah mengatakan, perubahan perilaku konsumsi ini terutama disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran rumah tangga kelas menengah dalam beberapa waktu terakhir.
“Satu kalimat yang menggambarkan perubahan paling mencolok dengan konsumsi kelas menengah adalah fokus ke kebutuhan pokok,” ujarnya di kantornya, Jakarta, Selasa.
Pengeluaran meningkat dalam tiga bulan terakhir
Dia mengungkapkan, tiga dari lima responden survei merasakan pengeluaran mereka semakin meningkat dalam tiga bulan terakhir, termasuk di dalamnya biaya pendidikan.
Hal ini menyebabkan porsi belanja untuk kebutuhan pokok lebih diprioritaskan. Alhasil, mayoritas rumah tangga kelas menengah mengurangi porsi belanja untuk gaya hidup.
“Harga pangan yang meningkat, terus transportasi ini berpengaruh ke perubahan perilaku sementara secara kapasitas bayarnya makin tidak stabil,” ungkapnya.
PHK pengaruhi pola konsumsi Terlebih, kenaikan kebutuhan tersebut terjadi di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tercatat, satu dari lima rumah tangga kelas menengah mengalami PHK dan satu dari dua rumah tangga yang terdampak belum mendapatkan pekerjaan baru.
“Setelah di PHK, dia di-hire lagi enggak atau sudah dapat kerja lagi belum? Ternyata 63,4 persen itu lebih dari 6 bulan untuk dapat kerja. Dan pada saat di PHK, akhirnya dia memakai tabungan darurat untuk menjaga perilaku konsumsinya,” ucapnya.
Kebiasaan membandingkan harga meningkat
Seiring dengan kondisi itu, masyarakat kelas menengah akhirnya berupaya melakukan penghematan dengan membandng-bandingkan harga di toko offline dan online demi mencari harga yang lebih murah untuk barang yang sama.
Hasil survei menunjukkan sebanyak 94,5 persen responden membandingkan harga di toko offline dan online, terutama untuk fashion dan kosmetik.
Kebiasaan membandingkan harga yang semakin masif ini mendorong pergeseran transaksi dari pasar tradisional ke e-commerce.
“Tekanan dompet ini menjadi faktor utama, karena sejauh ini masyarakat ingin lebih murah jadi pasti membandingkan,” kata Ashma.

Mar.




















































