JAKARTA – Warganet menyerukan aksi mogok membayar pajak kepada pemerintah setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI).
UU tersebut disahkan dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Namun, pengesahan UU TNI mendapat penolakan dari berbagai pihak karena DPR dinilai tidak mendengarkan suara rakyat terkait potensi lahirnya dwifungsi ABRI seperti Orde Baru dan masuknya militer ke ranah sipil.
Sebagian besar warganet yang kecewa kemudian menumpahkan kekesalannya terhadap pengesahan UU TNI dengan menyerukan mogok bayar pajak.
Lalu, apa yang terjadi jika rakyat benar-benar mogok membayar pajak kepada pemerintah?
Dampak jika masyarakat mogok bayar pajak
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, potensi kerugian yang dialami pemerintah jika rakyat yang tolak revisi UU TNI benar-benar mogok membayar pajak mencapai Rp 236,7 triliun.
Jumlah tersebut didapat berdasarkan asumsi penolakan pembayaran pajak yang berlaku secara masif.
Pemerintah juga berpotensi mengalami kerugian lebih besar jika pelaku sektor usaha ikut melakukan aksi mogok membayar pajak.
“Kalau ramai-ramai menolak bayar pajak, termasuk pelaku usaha ga setor pajak penghasilan karyawan maka penerimaan pajak bisa hancur,” ujar Bhima kepada Wartawan, Kamis (20/3/2025).
“Berdasarkan data realisasi APBN Kita Februari 2025, kontribusi pajak orang pribadi mencakup PPh OP dan PPh 21 kontribusinya sebesar 18,46 persen terhadap penerimaan pajak jadi cukup signifikan,” tambahnya.
Bhima juga menjelaskan, penerbitan utang akan meningkat dua kali lipat apabila rakyat benar-benar melakukan aksi menolak bayar pajak.
“Jadi, bayangkan saja untuk tutup defisit APBN dengan situasi saat ini saja penarikan utang periode Januari 2025 naik 41 persen. Apalagi pajak makin anjlok,” ungkapnya.
hidupkan dwifungsi ABRI Menanggapi narasi di media sosial yang menyerukan mogok bayar pajak, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Kristomei Sianturi mengatakan, UU TNI yang telah disahkan DPR belum pernah mengalami revisi selama lebih dari dua dekade.
Namun, telah tantangan dan dinamika ancaman yang terus berkembang dan mengalami perubahan sehingga revisi UU TNI dinilai perlu direvisi agar TNI dapat lebih responsif, dan adaptif.
Kristomei menegaskan, UU TNI juga diperlukan supaya TNI siap menghadapi ancaman, perubahan lingkungan strategis, sekaligus memperkuat perannya dalam menjaga kedaulatan negara.
“Hal ini juga selaras dengan visi Panglima TNI, Prima (Profesional, Responsif Integratif, Modern, dan Adaptif),” ujar Kristomei dalam keterangan resmi yang diterima Wartawan, Jumat (21/3/2025).

Mar.

 
  


















































