,

Paman dan keponakan dalam adat batak Toba

oleh -3213 Dilihat

Dalam adat batak toba , ada umpasa / peribahasa yang sering diungkapkan “Amak do rere , Dakka do Dupang , Anak do bere. Damang do Tulang.”
Tulang artinya Paman , Bere artinya keponakan , dimana pada adat batak mentradisikan hubungan Tulang dan bere ini seperti hubungan Ayah dan anak .
Tulang pada Batak Toba memiliki fungsi, peran sangat strategis sehingga keberadaan Tulang pada ulaon adat tidak boleh diabaikan atau disepelekan yang merupakan salah satu unsur Dalihan Na Tolu (DNT) .
Namun pada era belakangan ini keberadaan tulang terkadang tidak begitu dipentingkan oleh sebahagian orang terlebih setelah berumah tangga/kawin (baca: marhasohotan) dengan wanita bukan boru ni tulang (baca: ndang mangalap boru ni tulang). Si Bere cenderung hanya menghormati dan mementingkan mertuanya dibandingkan tulangnya hingga muncul adagium “tulang ni na mate” yang mencerminkan kerenggangan hubungan antara tulang dengan berenya. Bila hubungan tulang dengan bere selalu harmonis semasa hidup tidak akan muncul istilah “tulang ni na mate”. Tetapi pasca perkawinan seorang bere tidak pernah lagi berhubungan dengan tulangnya sebab si bere cenderung hanya berfokus pada mertua (baca: simatua / hula hula ) yakni orangtua dari istrinya.

Padahal fungsi dan peran tulang terhadap bere pada Batak-Toba sungguh sangat penting sejak dari lahir, berumah tangga/ sohot , meninggal, dan mengongkal holi. Selanjutnya, ada ungkapan Batak-Toba menyatakan “tulang tidak bisa diganti, sedangkan mertua bisa berganti “ yang menunjukkan betapa tingginya eksistensi tulang pada Batak-Toba. Mengganti ibu kandung (baca: inang pangintubu) tidak bisa dilakukan dengan cara apapun dan Tulang adalah saudara laki-laki ibu kandung yang juga tidak bisa digantikan .
Pemahaman demikian harus diketahui dengan baik dan benar sehingga tidak ditemukan istilah “tulang ni na mate” atau menganggap enteng terhadap tulangnya , sembari mengagung agungkan mertuanya saja. Sementara bila terdesak misalnya ketika meninggal akan mencari-cari tulangnya agar ada pasahat ulos Saput atau ulos Tujung.

Tulang do sitopak parsambubuan
Ketika anak pertama lahir (baca: anak buha baju) maka mertua membawa sipanganon aek ni unte sekaligus mamoholi si anak baru lahir tersebut. Dan ketika si anak berumur beberapa bulan maka orang tua si anak membawa anaknya ke rumah ompung baonya dengan membawa sipanganon na tabo songon tungkol tangga karena baru pertama kali si bayi tersebut datang ke rumah ompung baonya (orang tua istri).
Setelah sampai di rumah ompung baonya maka orang tua si anak paabingkon si bayi kepada tulangnya, dan biasanya pada saat itulah tulangnya menggunting (baca: manimburi) rambut berenya. Menggunting rambut (manimburi) bertujuan agar ubun ubun (baca: parsambubuan) si bayi menjadi kuat dan keras yang bermakna supaya si bayi sehat-sehat dan panjang umur. Tulang si bayi selanjutnya mengatakan,” magodang ma ho bere, dao ma sahit-sahit sian ho. Magodang-godang ansimun ma ho, ulluson pura-pura ”. Asa songon nidok ni umpasa “Dangka ni sitorop tanggo pinangait-aithon, simbur magodang ma ho bere sitongka ma panahit-nahiton”.

Selanjutnya, bila si orang tua bayi telah merencanakan nama bayinya maka tulang bisa menambah nama berenya. Karena itu, fungsi, peran tulang terhadap berenya sangatlah penting sebagai sitopak parsambubuan. Dan selanjutnya tulang akan memberi ulos Parompa (kain gendongan) terhadap berenya sembari mengatakan,” marompa anak dohot boru ma ho berekku , ima dongan mu marsipairing-iringan”.

Oleh sebab itu, paabingkon bere tu tulangna merupakan salah satu ulaon Batak-Toba yang menggambarkan betapa perlu, pentingnya tulang pada Batak-Toba. Tetapi pada era belakangan ini ulaon paabingkon bere kepada tulangnya, sekaligus memangkas rambut bere pertama kalinya sepertinya sudah jarang dilakukan terlebih di perantauan dan kota-kota besar. Padahal paabingkon bere, memangkas rambut (baca: manimburi) merupakan penghormatan paling pertama dari seorang bere kepada tulangnya. Makna tulang sitopak parsambubuan sudah cenderung sebatas kata-kata saja yang lama kelamaan hilang begitu saja. Akibatnya, fungsi, peran tulang terhadap berenya semakin menipis bahkan hilang sama sekali.

Tulang paborhat laho mangoli
Salah satu jenis ulaon Batak-Toba adalah Manulangi Tulang setelah berenya beranjak dewasa (baca: naeng marhasohotan/mangoli). Orang tua membawa anak-anaknya manulangi tulang dengan maksud agar tulangnya memberi restu kepada berenya melangkah dan/atau kawin/berumah tangga (baca: mangoli/marhasohotan) karena sudah lajang (baca: doli-doli) sehingga sudah pantas membentuk rumah tangga atau kawin.

Tulang pasahat ulos tintin marangkup/siungkap hombung
Sebagaimana telah diuraikan pada poin “Tulang paborhat laho mangoli” , apabila saat itu boru ni Tulang tidak ada yang tepat untuk dipersunting maka Tulang merestui berenya kawin dengan perempuan lain karena anak perempuan (baca: boru) nya tidak ada yang tepat dan cocok untuk dijadikan kepada berenya saat itu.

Ketika si bere melangsungkan pesta perkawinan (baca: mangadati/marunjuk/ manggarar sulang-sulang ni pahompu dohot ulaon na gok) maka tulang memberikan ulos Tintin Marangkup / Siungkap Hombung.
Pemberian ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung pada Batak-Toba apabila si bere kawin (baca” mangalap boru) dengan perempuan lain. Sedangkan apabila kawin dengan boru tulang kandung (baca: tulang sitoho-toho) maka pemberian ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung tidak ada. Sebab tulang sekaligus menjadi mertua setelah mempersunting paribannya sendiri.

Tulang pasahat saput
Salah satu hal pasti di dunia ini adalah semua manusia pasti akan meninggal, tetapi tak seorang pun manusia di atas dunia ini mampu menentukan kapan dirinya meninggal dunia sebab hal itu merupakan otoritas mutlak absolut Tuhan Yang Maha Kuasa.
Menurut adat Batak-Toba bila bere laki-laki meninggal dunia maka Tulang akan memberikan Ulos Saput . Pemberian Ulos Saput dari tulang kepada berenya menunjukkan bahwa tulang memberikan kewajiban adat terakhir kepada bere tersebut selama hidupnya di atas dunia ini. Ulos Saput adalah kewajiban adat budaya Batak-Toba dari seorang tulang terhadap berenya.
Ketika seorang laki-laki (baca: bere) meninggal, tulang berkewajiban memberikan (baca: pasahat) Ulos Saput, Sehingga kedudukan tulang pada Batak-Toba amat sangat strategis serta tidak boleh diabaikan.

Tulang manampin saring-saring / holi

Mengangkat tulang-belulang orang tua, leluhur selanjutnya dimasukkan ke dalam Tambak atau Simin/Tugu adalah salah satu jenis ulaon adat Batak-Toba yang dinamakan ulaon adat Mangongkal Holi / Saring-saring .

Pada ulaon adat Mangongkal Holi / Saring-saring Peran dan fungsi Tulang sangatlah penting . Dan ini merupakan hak dan kewajiban serta keharusan hukum adat sebab bila tulang-belulang orang tua laki-laki diangkat (baca: diongkal) tanpa dilihat, disaksikan, ditampung (baca: ditampin) oleh Tulangnya maka hal itu disebut mencuri (baca: manangko). Karena itu, kehadiran Tulang manampin holi/saring-saring pada saat mangongkal holi/saring-saring merupakan hukum wajib agar prosesi mengangkat tulang-belulang tidak dikategorikan mencuri (baca: manangko) sesuai hukum adat.
Oleh karena itu, peran dan fungsi Tulang pada ulaon adat mangongkal holi/saring-saring merupakan unsur paling utama yang tidak boleh diabaikan atau ditiadakan begitu saja. Sehingga amat keliru besar apabila seorang bere (baca: laki-laki) tidak menghormati atau memutus hubungan dengan Tulangnya dalam kehidupan sehari-hari.

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan dan fungsi Tulang pada Adat Batak-Toba memiliki arti strategis terhadap bere sejak dari lahir (baca: manopak parsambubuan), melangkah ke jenjang perkawinan (baca: paborhat laho mangoli), pesta perkawinan (baca: pasahat ulos tintin marangkup/ungkap hombung), ketika meninggal dunia ( baca: pasahat ulos saput ) dan di saat mengangkat tulang-belulang ( baca: mangongkal holi/saring-saring ) menampung (baca: manampin) tulang-belulang (baca: holi/saring-saring) berenya.

Kekurang pahaman tentang peran dan fungsi Tulang terhadap bere sejak lahir hingga meninggal dunia menyebabkan kekeliruan pemahaman di dalam kehidupan sehari-hari. Hingga timbul kecenderungan mengutamakan mertua (baca: hula-hula) dibandingkan Tulang. Padahal peran dan fungsi Tulang jauh lebih besar dibandingkan dengan mertua hingga ada ungkapan mengatakan,”amak do rere, anak do ibebere” yang bermakna bahwa hubungan antara Tulang dengan Bere seperti hubungan bapak dengan anak. Tulang adalah labuhan pengaduan (baca: pangalualuan ni nipi) sehingga bila terjadi perselisihan antara na marhaha-maranggi maka Tulang berperan sebagai timbangan yang adil terhadap seluruh bere bahkan ibebere . Bukan mertua (baca: hula-hula istri), sehingga amat keliru besar apabila tidak memahami dengan baik peran dan fungsi Tulang pada Batak-Toba.

Pesan sponsor untuk tulang :
Walaupun peran tulang sangat luas , tulang tidak boleh otoriter kepada bere , karena tulang adalah bapaknya si Bere , dan Tulang harus bijak , parbahul bahul nabolon paramak naso sibalunon dan bisa membuktikan dijolo Tulang gabe raja siaduon , dipudi gabe raja sipaimaon , ditonga tonga gabe raja sihaliangon dan tetap memberi contoh yang terbaik untuk berenya .

TULANG DAN BERE

☝silahkan di download sebagai bahan bacaan