JAKARTA – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menangkap puluhan orang terkait kasus perusakan fasilitas umum dan penjarahan rumah pejabat saat kerusuhan akhir Agustus 2025.
“Polda Metro Jaya telah menetapkan 59 orang tersangka. Dua orang tersangka menyebarkan konten manipulasi data otentik, lima orang melakukan perusakan halte di depan Kemendikbud, dan sisanya terlibat penjarahan di sejumlah lokasi,” ujar Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Syahar Diantono dalam konferensi pers, Rabu (24/9/2025).
Syahar merinci, dari total tersangka tersebut, 12 orang ditangkap karena terlibat penjarahan di rumah Wakil Ketua Komisi III DPR saat itu, Ahmad Sahroni.
Kemudian, tujuh orang tersangka penjarahan di rumah anggota DPR Eko Patrio dan 11 orang tersangka penjarahan rumah anggota DPR sekaligus presenter Uya Kuya.
Selain itu, polisi juga berhasil menangkap 14 orang tersangka penjarahan di rumah mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan delapan orang tersangka penjarahan rumah anggota DPR, Nafa Urbach.
“Polri akan terus berkomitmen dalam melaksanakan pengawalan hukum, dan proses penyidikan ini terus berlanjut,” kata Syahar. “Kita berkomitmen untuk mengungkap siapa pun yang terlibat. Jika cukup bukti, akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” imbuhnya.
Para tersangka kerusuhan dijerat dengan berbagai pasal sesuai perbuatannya. Ada yang dijerat dengan Pasal 160 dan 161 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang pengerusakan bersama-sama, hingga Pasal 187 KUHP mengenai pembakaran.
Selain itu, sejumlah tersangka juga dikenakan Pasal 212, 213, dan 214 KUHP karena melawan petugas berwenang dengan kekerasan, serta Pasal 351 KUHP terkait penganiayaan. Untuk tindak pencurian, penyidik menjerat dengan Pasal 362, 363, dan 366 KUHP yang mengatur pencurian maupun pencurian dengan kekerasan.
Tindakan perusakan barang diatur dalam Pasal 406 KUHP, sementara kepemilikan senjata tajam, bom molotov, dan petasan yang digunakan dalam aksi anarkis diproses dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Selain KUHP dan UU Darurat, Polri juga menerapkan ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 29 ayat (2) UU ITE digunakan untuk menjerat ujaran kebencian berbasis SARA, sedangkan Pasal 32 ayat (1) UU ITE mengatur perbuatan manipulasi data elektronik.
Mar.