Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

oleh -562 Dilihat

JAKARTA – Harga berbagai jenis barang di pasaran berpotensi meningkat seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah, yang saat ini telah menembus level Rp 16.200 per dollar AS.
Hal ini seiring dengan adanya potensi kenaikan biaya produksi.

Ekonom Center of Reform on Economic (Core)  Yusuf Rendy Manilet mengatakan, jika pelemahan nilai tukar rupiah terjadi dalam kurun waktu yang panjang, maka harga barang impor akan meningkat. Sementara itu, sebagian industri Tanah Air masih berkegantungan terhadap bahan baku impor. “Kita tahu bersama bahwa untuk industri di dalam negeri beberapa di antaranya memang tergantung pada bahan baku impor dan bahan baku impor ini dijadikan sebagai alat untuk produksi,” kata dia, kepada Wartawan, Jumat (19/4/2024).

“Dan ketika misalnya bahan baku ini menjadi mahal maka ini tentu akan mempengaruhi perubahan dari harga pokok produksi suatu produk dari industri tersebut,” sambungnya.

Dengan adanya kenaikan biaya produksi, pelaku usaha sebenarnya memiliki dua opsi. Pertama, pelaku usaha bisa tidak menaikan harga barang, dengan konsekuensi penurunan margin keuntungan.

“Sayangnya, tidak semua industri maupun lapangan usaha bisa melakukan hal tersebut sehingga mereka yang tidak bisa melakukan hal tersebut,” ujar Yusuf.

Pilihan kedua ialah menaikan harga. Langkah ini dilakukan pelaku usaha untuk menyesuaikan biaya produksi dengan margin keuntungan yang diterima.

Kerek inflasi
Kenaikan harga barang di pasaran itu pada akhirnya memberikan efek rembetan terhadap kenaikan laju inflasi. Yusuf menjelaskan, kenaikan harga barang dalam waktu singkat di level masyarakat akan mempengaruhi pola konsumsi masyarakat.

“Dampak lanjutannya, jika inflasi itu meningkat akibat perubahan harga yang dijelaskan di atas maka BI (Bank Indonesia) akan memantau apakah kemudian inflasi itu berpotensi mengalami peningkatan lebih lanjut,” tuturnya.

Apabila inflasi berlangsung lama, maka peluang BI dalam menurunkan suku bunga acuannya juga semakin kecil. Pasalnya, suku bunga merupakan salah satu kebijakan moneter utama bank sentral dalam mengendalikan inflasi.

Dengan tingkat suku bunga acuan tinggi yang berlangsung lebih lama, maka ongkos pembiayaan tetap mahal. Ini kemudian akan berdampak ke sektor riil.

“Di mana mereka akan lebih kesulitan untuk mencari sumber pendanaan yang sifatnya murah,” ucap Yusuf.

Edit : Mar.