Tren Ramai soal Lowker untuk Lansia, Praktisi Apresiasi sebagai Pemberdayaan Strategis dan Inklusif

oleh -525 Dilihat

JAKARTA – Unggahan foto yang menampilkan lowongan kerja (lowker) untuk kalangan lanjut usia (lansia) ramai diperbincangkan di media sosial sejak Senin (22/4/2024).

Foto yang diunggah oleh akun X @workfess tersebut menyebutkan, salah satu kualifikasi atau syarat menjadi karyawan adalah usia di atas 60 tahun. Hingga Selasa (23/4/2024), unggahan tersebut telah mendapatkan lebih dari 58.000 kali penayangan, disukai 990 akun, dan dibagikan 201 kali.

“Aku baru nemu loker lansia untuk 60 tahun keatas dan jujur aku pribadi amaze dengan program ini, tp baca komen lapak sebelah ternyata banyak yang kontra ya. Gimana kalau menurut kalian?” tulis pengunggah.

Diketahui, lowker tersebut dibuka untuk perusahaan Boga Group yang bergerak di bidang ritel makanan dan minuman.

Penjelasan Kepala Dinas Penjelasan praktisi ketenagakerjaan
Praktisi ketenagakerjaan yang juga Country Marketing Manager Jobstreet by SEEK wilayah Indonesia Sawitri menyampaikan, setiap individu, tanpa memandang usia, pada dasarnya memiliki potensi berharga untuk berkontribusi dalam lingkungan kerja.

Ia juga mendukung inisiatif perusahaan yang memberikan praktik rekrutmen yang adil, termasuk memberikan kesempatan kerja secara proporsional bagi lansia.

Selain itu, inisiatif perusahaan untuk merekrut lansia merupakan langkah pemberdayaan yang strategis baik bagi perusahaan maupun pekerja lansia.

Konsep inklusivitas ini mendukung prinsip bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan yang layak dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sesuai dengan ketentuan pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

“Dari sini, kita dapat memahami bahwa setiap orang, selaku warga negara, berhak atas pekerjaan tanpa terkecuali,” ungkap Sawitri saat dihubungi Wartawan, Selasa (23/4/2024).

Dalam aturan tersebut, lansia juga memiliki hak yang sama dalam bermasyarakat dan mendapatkan perlindungan serta kesejahteraan sosial, termasuk upah yang layak dan jaminan kesehatan.

Sawitri menuturkan, pada 2017, Kementerian Ketenagakerjaan telah menyiapkan sejumlah program pemberdayaan bagi para pekerja lansia dengan harapan meningkatkan produktivitas dan diharapkan warga senior ini bisa mandiri secara ekonomi.

Meskipun lowker lansia belum menjadi tren yang umum di Indonesia, langkah tersebut patut diapresiasi.

Ke depan, kata Sawitri, perusahaannya juga bakal mendukung pengembangan konsep inklusi tenaga kerja bagi semua kalangan, termasuk lansia.

“Kita bisa juga belajar dari negara lain, seperti Jepang mengenai pemanfaatan keahlian dan pengalaman para lansia,” kata Sawitri.

Di Jepang, pekerja lansia memiliki motivasi yang tinggi untuk terus bekerja bahkan setelah mencapai usia pensiun.

Meskipun dipekerjakan kembali, pekerja lansia di Jepang tetap dipantau oleh manajemen perusahaan dan karyawan lainnya.

Umumnya, pekerja lansia tidak diberi waktu lembur. Apabila ada tawaran lemburan, maka pilihan tersebut dikembalikan kepada individu dan sifatnya sukarela.

Selain itu, setelah dipekerjakan kembali, para lansia biasanya tidak mendapatkan pelatihan ulang karena umumnya akan melakukan pekerjaan yang sama dengan sebelum pensiun.

Saran untuk perusahaan yang akan membuka lowker lansia

Lebih lanjut, Sawitri memberikan masukan dan saran bagi perusahaan yang berniat ingin membuka lowker untuk lansia. Sawitri berpendapat, perusahaan perlu memiliki kebijakan yang jelas terkait perekrutan, penempatan, dan pengelolaan karyawan lansia.

Hal ini termasuk prosedur untuk mengintegrasikan mereka ke dalam tim kerja, menetapkan tugas dan tanggung jawab yang sesuai dengan kemampuan mereka, serta memberikan dukungan yang diperlukan.

“Lalu saya juga menyarankan untuk melakukan pelatihan dan pembinaan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi atau proses kerja baru,” kata Sawitri.

Selain itu, perusahaan harus menciptakan lingkungan kerja yang ramah dan mendukung bagi karyawan lansia.

Termasuk menyediakan fasilitas yang mudah diakses, mengurangi risiko kecelakaan kerja, dan memperhatikan kebutuhan kesehatan dan kenyamanan karyawan lansia.

Sawitri juga menyarankan agar perusahaan memberikan fleksibilitas dalam jadwal kerja dan tugas agar karyawan lansia untuk tetap produktif dan nyaman di tempat kerja.

Perusahaan dapat mempertimbangkan opsi seperti jadwal kerja paruh waktu atau tugas yang lebih ringan untuk menyesuaikan dengan kondisi fisik dan kebutuhan karyawan lansia.

“Tidak lupa juga bagi perusahaan untuk berkomunikasi secara terbuka dan menekankan kolaborasi antara karyawan lansia dan anggota tim lainnya yang nantinya membangun hubungan kerja yang baik,” jelas Sawitri.

Cara ini akan berguna agar memastikan semua karyawan merasa dihargai dan didukung dalam lingkungan kerja.

Edit Mar.