,

Sahala H Sijabat : Makna dan Nilai Syukuran Acara Sombu Sihol Toga Sijabat

oleh -1556 Dilihat
Sahala Hasoloan Sijabat

SYUKURAN DAN SOMBU SIHOL TOGA SIJABAT, HURA-HURA, HANYA RUTINITAS ATAU PUNYA MAKNA DAN NILAI TAK TERBELI ?

Sebuah event yang pantas direnungkan

Sahala Hasoloan Sijabat, Ketua Dewan Pembina PPTS

Alt="sahala hasoloan sijabat", Alt=“ppts” , Alt=“parna" , Alt=“sinarnews”
sahala hasoloan sijabat

Sebulan lalu , ada sebuah event di Lumban Sijabat, Sitobu, Garoga Kabupaten Samosir, tepatnya pada 2-3 Juli 2022. 2.500 orang berkumpul di sana yang datang dari tempat/daerah delapan penjuru angin (desa na ualu) seluruh Indonesia dan Dunia. Tua dan Muda, lajang dan telah berkeluarga, laki-laki dan perempuan menyatu tanpa dipisah oleh agama, perbedaan ekonomi, strata pendidikan dan tingkat penghasilan. Benar-benar pertemuan yang menembus batas, tanpa kerangkeng emas kekayaan, tanpa tembok besi kekuasaan, tanpa fanatisme agama yang merasa paling benar dan tanpa selubung kebohongan hipokrit.

Mereka adalah klan Sijabat, salah satu marga Batak asal Samosir. Mereka tidak hanya bermarga Sijabat, tetapi juga marga-marga lain. Mereka adalah Anak, Boru/Pamoruan, Bere dan Ibebere Sijabat. Dalam keseharian mereka telah berbudaya Tapanuli, Karo, Simalungun bahkan Aceh.

Diautopsi dari acara yang ditampilkan, sesungguhnya tidak ada hal sangat istimewa yang membuat event dimaksud dihadiri oleh mereka yang datang dari nagori jauh dan  sangat jauh dengan biaya, tenaga dan waktu yang harus dan perlu dikeluarkan untuk dapat hadir di sana. Sendra tari yang dimuncukan biasa saja. Lagu spontanitas yang ditampilkan tidak lebih unggul dari nyanyian parmitu lapo tuak. Makanan yang disajikan tidak lebih lengkap dan lebih enak dari Rumah makan khas batak Roma Medan atau BPK Tesalonika Padang Bulan. Sambutan yang diberikan tidak lebih menarik didengar dibanding suara bariton seorang narrator partai politik yang tidak lolos ambang batas pemilu. Tempat berkumpul dan duduk yang disediakan tidak lebih baik dari area dan fasilitas penginapan kelas melati. Rangkaian acara yang disajikan tidak lebih rapi dan tidak lebih ranggi dibanding ulaon parsahutaon atau STM Sektor.

Jika demikian, apa motivasi, latar belakang dan alasan logis mereka datang?

PPTS, singkatan dari Punguan Pomparan Toga Sijabat sejatinya telah dibentuk tahun 2015. Embrionya sesungguhnya telah dimulai sejak 1978 di Medan. Dimulai dan dimotivasi oleh keinginan luhur untuk bersatu, telah muncul niat dan kehendak para tokoh Sijabat mendirikan sebuah Tugu yang melambangkan kebersatuan Pomparan Toga Sijabat yang terdiri dari 7 sohe: Gusar, Panjabat, Sidaboltok, Datu Tala, Tuan Diangkat, Holbung dan Manangkuhuk. Keturunan anak nomor tiga Sidaboltok, Namanya Ompu Gondit (informasi dari Dr Yosia Jawak) ada yang merantau ke daerah Rakut besi, Simalungun dan Karo. Di sana Sidaboltok berubah menjadi Dajawak (Simalungun) dan Jawak (Karo). Namun dalam keseharian mereka disebut saja hanya Jawak. Dalam keseharian pula mereka biasa juga dipanggil Saragih Dajawak dan Ginting Jawak yang mengadopsi dan menjalankan budaya setempat: Simalungun dan Karo.

Urun rembuk yang dilaksanakan berkali-kali di Medan, Pematang Siantar dan Samosir disepakati  membangun Tuga Parsadaan Toga Sijabat di Desa Lumban Sijabat, Sitobu, Ambarita (kini, karena pemekaran desa Ambarita terbagi 2 menjadi Ambarita dan Garoga dan lokasi Tugu di Garoga). Untuk mengejawantahkan urun rembuk dimaksud dibentuklah Panitia pembangunan Tugu Toga Sijabat secara kolektip dan kollegial. Dengan dana mandiri, seluruh Sijabat, Boru, Bere dan Ibebere dari alam semesta memberi sumbangan dana dan materi. Pembangunan Tugu dimulai tahun 1989 dan selesai tahun 1990.

Pada 2017 telah dibangun juga Sopo Parpunguan dan diresmikan pada 2018.

Untuk peresmian Tugu Toga Sijabat dimaksud diundanglah seluruh pomparan Toga Sijabat untuk hadir di Samosir. Sejak saat itulah diikrarkan akan dilakukan pesta/acara syukuran dan Sombu Sihol sekali dalam 5 tahun. Catatan sejarah memperlihatkan acara Syukuran dan Sombu Sihol telah dilaksanakan tahun 2004, 2010, 2015 dan 2022. Syukuran dan Sombu Sihol terakhir dilakukan 7 tahun kemudian hanya dikarenakan persolan pandemic Covid-19.

Begitu tingginya keinginan untuk bersatu oleh segenap Pomparan maka tokoh-tokoh Sijabat bersepakat bahwa punguan ini perlu diorganisasikan dengan sistem dan pola yang sistematis, terpola, rapi dan menjalankan fungsi manajemen. Melalui Munas 2020 PPTS telah mempunyai Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), Struktur Organisasi dan kepengurusan. Sampai saat ini tingkat organisasi adalah Pengurus Pusat yang terdiri dari Dewan Pembina, Badan Pengurus (dengan unsur Ketua, Sekretaris, Bendahara, Ketua Bidang dan Kordinator), Dewan Pengawas dan Penasehat. Pengurus Wilayah terdiri atas Badan Pengurus dan Penasehat membawahi beberapa Sektor dan Pengurus Sektor yang terdiri dari unsur Pengurus dan Penasehat merupakan tulang punggung Organisasi bagi segenap anggota di akar rumput. Segala aturan main Organisasi telah dimaklamatkan dalam AD/ART PPTS.

Tahun 2021, menindak lanjuti  Amanah seluruh anggota PPTS telah didaftarkan secara resmi berbadan hukum sebagai sebuah Organisasi Kemasyarakatan di Kemenkumhan RI. Untuk menggalang dana, Upaya dan Daya bagi keberlangsungan PPTS telah dibentuk juga pada 2021 sebuah badan hukum Yayasan Toga Sijabat Bona Pasogit yang juga telah terdaftar di Kemenkumhan RI. Dengan demikian fundamen, sarana dan kelengkapan PPTS sebagai sebuah Organisasi modern telah tercipta. Ibarat sebuah acara panen (padi) pada zaman dulu, kumpulan semua padi yang telah matang menguning dan disabit berupa luhutan telah terbangun. Tugas PPTS berikutnya adalah mau kemana, mau dibuat apa padi ungul yang telah dikumpulkan tersebut?

Kembali ke hal pokok makalah ini Syukuran dan Sombu Sihol. Diakui bahwa manajemen pelaksanaan acara telah dilakukan lebih baik dari waktu ke waktu. Namun kehadiran segenap khalayak Sijabat di Garoga awal Juli lalu semata-mata bukan didasari oleh sistem informasi canggih, bukan karena rapinya organisasi Panita, bukan oleh menu acara wahid dan bukan karena tersedianya fasilitas wah yang didapatkan. Ada unexplain and hidden reason mereka berduyun-duyun datang, ada semangat tak ternilai mereka berupaya hadir, ada panggilan batin seperti bisikan Illahi mereka berangkat ke Samosir dan ada dorongan tak terhentikan mencari jati diri dan identitas mereka berangkat pagi subuh dari Aceh Singkil dan tempat lain. Ada sesuatu…, there is something…, adong  na urringkot…, lit sih lebih penting…, dong na lobi pettingan… dan na yang lebeh perle.

Dengan keterbatasan kemampuan nalar, ketidak dalaman analisa dan kesederhananaan penilaian yang saya miliki, saya ingin mengatakan bahwa sesuatu, something, na urringkot, lebih penting, lobi pettingan dan lebeh perle itu tidak lain dan tidak bukan adalah semangat dan spirit untuk mengenal, mengikat dan mempererat tali silaturahim di antara klan Sijabat. Inilah semangat yang membentuk dinamika kelompok tak tergoyahkan, tak tergoncangkan dan tak terpecahkan. Sekali dinamika kelompok seperti itu telah terbentuk maka Ombak halisungsung, angin topan menderu dan hujan belerang sekalipun tidak akan dapat membubarkannya. Saya pikir semangat seperti inilah yang muncul Ketika para Pemuda, tokoh dan Jong-Jong beridentitas daerah sebagai sumbu roket yang mengumandangkan kemerdekaan RI ke seantero Dunia pada 1945 yang lalu dengan tekad Merdeka ataoe Mati,

Secara khusus saya perlu menfokuskan issu Sijabat dari Aceh Singkil yang menurut informasi ada 500 KK. Hanya seminggu sebelum acara Syukuran dan Sombu Sihol 2022 mereka memperkenalkan diri di Sidikalang dan akhirnya hadir di Sitobu. Masih harus dituntaskan di kemudian hari dari Sohe mana saja mereka (untuk saat ini informasi yang diperoleh ada yang dari Panjabat, Sidaboltok dan Holbung). Sungguh, kita sangat apresiasi terhadap ‘tuntutan’ mereka agar punya identitas sebagai Sijabat. PPTS akan menuntaskan permintaan ini dalam waktu yang tidak terlalu lama menunggu. Dengan keberadaan mereka maka pada acara Syukuran dan Sombu Sihol pada event akan datang budaya dan khasanah Sijabat akan semakin kaya. Kita tidak lagi hanya melihat tortor tapanuli yang menghentak dan membakar semangat, tidak lagi hanya menikmati tarian Simalungun dan Karo gemulai membangkitkan selera yang dipersembahkan dengan apik oleh Jawak/Dajawak lengkap dengan Pendekar Silat muda, jeruk manis segar dan pisang yang lezatnya tiada dua. Akan ada dan akan muncul  tari dan budaya Aceh yang belum kita mengetahui pasti apakah ada hentakan atau kegemulaian atau ciri khas lain yang belum teramalkan. Walahualamjust wait and see…tanoshi mi ni 0 matte kudasai. PPTS juga akan mencari birubiru yang masih ‘bepergian’ seperti daerah Sibolga, Riau/Melayu dan Langkat/Melayu Deli atau daerah lain.

Dengan demikian maka Syukuran dan Sombu Sihol bukan hanya acara yang diadakan untuk rutinitas semata, bukan hanya untuk hura-hura dengan biaya yang tidak sedikit semata…tetapi acara persatuan darah tak terbantahkan dan tak terbubarkan yang membentuk dinamika kelompok untuk persaudaraan, persahabatan, kekompakan. Jika demkian, maka pemikiran PPTS sejak semula telah mempunyai visi yang benar karena semangat seperti ini harus dipelihara demi kemaslahatan Sijabat dan Punguan Pomparan Raja Naiambaton (PARNA) tetapi pada akhirnya demi persatuan dan Kesatuan NKRI yang telah merupakan harga mati tak tertawarkan.

Kepada massa PPTS renungkan dan ingatlah akan syair lagu ciptaan komponis kebangsaan Batak, Nahum Situmorang yang beberapa kalimat dan kata telah saya rubah untuk memancing ego klan Sijabat sebagai berikut

Nang pe didia  ho marhuta, dongan tubu nang ho boru (bere, ibebere)

Tung di luat sihadaoan, sai horas be ma hita on

Ingot ma pesta sombu sihol, sahali lima taon i

Ingot ma tugu parsadaan, SIJABAT pitu sohe i

Ingot ma sopo parpunguan, di sitobu garoga i

Ingot ma mual ni daompung, palambok pusu-pusu i.

Semoga.

Responses (3)

  1. Maju terus toga sijabat, jadilah berkat dimanapun berada, firman Tuhan yg luar biasa tinggal lah itu bagi keluarga Sijabat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *